Kamis, 20 Juli 2017

10 GAYA KEPEMIMPINAN

10 GAYA KEPEMIMPINAN
1.        Gaya Kepemimpinan Otokratis
Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman.  Gaya kepemimpinan otokratis ini dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menunjukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain dalam bentuk kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.

Dalam gaya otokratis, pengambilan keputusan adalah hak prerogatif dari pemimpin. semuanya langsung dilakukan dan ditentukan oleh pemimpin itu sndiri tanpa masukan dari siapa pun.  Komunikasi yang dilakukan satu arah ke  bawah (top-down) sehingga komunikasi pemimpin dengan pengikutnya terbatas dan diadakan sekadar untuk memberi instruksi pekerjaan. Gaya pemimpin ini memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.

Kepemimpinan otokratik lebih menitikberatkan pada otoritas pemimpin dengan mengesampingkan partiispasi dan gaya kreatif para pengikutnya. Kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau pekerjaan. Menggunakan kekuasaan  posisi dan kekuatan dalam memimpin. Pemimpin menentukan semua tujuan yang akan dicapai dalam pengambilan keputusan. Informasi yang diberikan hanya pada kepentingan tugas. Motivasi dengan reward dan punishment. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin yang bergaya otokratif mempunyai berbagai sikap, diantaranya :
  1. Memperlakukan para pengikut sama dengan alat – alat lain dalam organisasi, sehingga kurang menghargai harkat dan martabat mereka.
  2. Mengutamakan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan pelaksanaan tugas tersebut dengan kepentingan dan kebutuhan para pengikut.
  3. Mengabaikan peranan para pengikut  dalam proses pengambilan keputusan.
  4. Wewenang mutlak berada pada pimpinan maka dari itu keputusan dan kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan 
  5. Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan 
  6. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan secara ketat 
  7. Prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan 
  8. Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat sehingga lebih banyak kritik daripada pujian 
  9. Tugas-tugas dari bawahan diberikan secara instruktif 
  10. Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat 
  11. Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat 
  12. Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman serta kasar dalam bersikap 
  13. Tanggung jawab dalam keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan
Gaya ini pula menggambarkan pemimpin yang dikendalikan oleh pencapaian hasil atau target, dengan sedikit atau bahkan tidak ada perhatian pada manusia kecuali dalam rangka keterlibatan mereka dalam menyelesaikan pekerjaan. Pemimpin-pemimpin ini bercorak pengendali, pengarah, terlalu kuat, dan penuntut. Mereka bukan kolega kerja yang menyenangkan. Sejumlah penelitian menunjukkan tingkat keluar-masuk karyawan yang tinggi dengan gaya kepemimpinan semacam ini.
Kepemimpinan otokratik dengan menggunakan “ kepemimpinan klasik “. Kepetuhan pengikut terhadap pemimpin merupakan corak gaya kepemimpinan otokratik. Para pemimpin dengan gaya otokratik menjadikan tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadi. Dilihat dari perspektif kepemimpinannya seorang pemimpin otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Dengan egoisme yang demikian besar seorang pemimpin otokratik melihat perannya sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan organisasianal. Seoerang pemimpin yang otokratik cenderung menganut nilai oraganisasional yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan.

2.        Kepemimpinan Birokrasi
Ini adalah gaya kepemimpinan dalam organisaasi yang diperlukan perusahaan, tepatnya mengikuti kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya. Ini adalah tugas pemimpin untuk memastikan bahwa semua aturan dipatuhi oleh karyawan. Gaya kepemimpinan dalam organisasi ini efektif jika karyawan melakukan tugas-tugas rutin sehari-hari. namun, tidak ada ruang untuk kreativitas atau pemecahan masalah yang inovatif dalam gaya kepemimpinan birokrasi

3.        Gaya Kepemimpinan Lezess Faire
Kepemimpinan gaya liberal atau Laisssez Faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan cara berbagai kegiatan dan pelaksanaanya dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan. Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi. Gaya kepemimpinan ini bercirikan sebagai berikut: 
a)         Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan 
b)         Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan. 
c)         Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh bawahan. 
d)         Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan. 
e)         Hampir tiada pengawasan terhadap tingkah laku. 
f)          Prakarsa selalu berasal dari bawahan. 
g)         Hampir tiada pengarahan dari pimpinan. 
h)         Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok. 
i)          Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok. 
j)          Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh perseorangan. 

Hal itu semua terjadi karena disebabkan Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi.

Ciri – ciri lain seorang pemimpin yang bergaya lezess faire adalah:
A. Pendelegaian wewenang terjadi secara ekstensif
B. Pengambilan keputusan diserahkan kepada pejabat pemimpin yang lebih rendah dan kepada para petugas operasional
C. Status Quo organisasi tidak terganggu
D. Pertumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak yang inofatif diserahkan kepada anggota organisasi yang bersngkutan
E. Selama anggota organisasi menunjukan perilaku dan prestasi kerja yang dinamai intervensi pimpinan dalam perjalanan organisasi berada pada tingkat yang sangat minimum.


4.        Gaya Kepemimpinan Demokratif atau Partisipatif 
Gaya Kepempimpinan ini merupakan gabungan antara otoriter dan demokratis, yaitu pemimpin yang menyampaikan hasil analisis masalah dan kemudian mengusulkan tindakan tersebut pada bawahannya.  Gaya ini menitik beratkan pada usaha seorang pemimpin dalam melibatkan partisipasi para pengikutnya dalam setiap pengambilan keputusan. Staf dimintai  saran dan kritiknya serta mempertimbangkan respon staf terhadap usulannya, dan keputusan akhir ada pada kelompok atau bisa dikatakan bahwa pimpinan ini sangat konsultatif dengan para bawahan serta kecenderungan menggunakan evaluasi yang berasal dari opini dan saran bawahan sebelum manajer membuat keputusan. Selain itu juga Pemimpin ini memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab dan wewenang secara luas pada para bawahannya.

Gaya partisipatif mengarah ke pengembangan kepercayaan dan loyalitas para bawahan kepada pemimpin, karena pemimpin membawa mereka ke dalam pertimbangan penuh, menggunakan keterampilan dan pengetahuan mereka dan mengambil masukan mereka, sebelum tiba pada suatu keputusan. gaya partisipatif bekerja dengan sangat baik dimana pemimpin baru saja bergabung dalam organisasi,

Pemimpin ini sangat menghargai sifat dan kemampuan setiap staf. Menggunakan kekuatan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide dari staf, memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat rencana dan pengontrolan dalam penerapannya. Selain ini Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 
  1. Wewenang pimpinan tidak mutlak 
  2. Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan 
  3. Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan 
  4. Komunikasi berlangsung timbal balik 
  5. Pengawasan dilakukan secara wajar 
  6. Prakarsa datang dari bawahan 
  7. Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan pertimbangan 
  8. Tugas-tugas dari bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan daripada instruktif 
  9. Pujian dan kritik seimbang 
  10. Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas masing-masing 
  11. Pimpinan kesetiaan bawahan secara wajar 
  12. Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak 
  13. Tercipta suasana saling percaya saling hormat menghormati, dan saling menghargai
  14. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. 
  15. Kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok. 
  16. Kepemimpinan ini menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. 
  17. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. 
  18. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat

Keuntungan - keuntungan yang diperoleh dari gaya kepemimpinan partisipatif adalah:
  1. Konsultasi kebanwah dapat digunakan dalam rangka meningkatkan kualitas keputusan dengan menarik keahlian yang dimilki oleh para pengikut, sehingga para pengikut akan dapat menerima semua keputusan yang diambil serta dapat menjalankannya.
  2. Konsultasi lateral, pemimpin melibatkan serta orang – orang dalam berbagai sub unit untuk mengatasi keterbatasan kemampuan yang dimilki pemimpin,
  3. Konsultasi ke atas, memungkinkan seorang pemimpin untuk menaruh keahlian seorang atasan yang berkemampuan lebih dari manajer.

5.        Gaya Kepemimpinan Transaksional
Gaya kepemimpinan ini bekerja pada prinsip bahwa ketika bawahan menandatangani kontrak untuk berpartisipasdalam proyek tertentu, mereka mengikuti semua keputusan pemimpin mereka sebagai otoritas tertinggi. jika kinerja bawahan baik, mereka akan dihargai dan jika kinerja mereka di bawah standar yang diharapkan, mereka akan terkena sanksi sesuai kontrak tertulis.

6.        Gaya Kepemimpinan Transformatif
Kepemimpinan transformasional berorientasi kepada proses membangun komitmen menuju sasaran organisasi dan memberikan kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran – sasaran tertentu. Didalam gaya kepemimpianan transformatif terdapat beberapa hal, yaitu:
a.         Kepemimpinan yang memberi transformasi
b.         Orientasi kepemimpinan transaksional
c.         Dimensi kepemimpinan transformasional

Pemimpin yang menganut gaya transformasional ini juga berupaya mentransformasikan nilai-nilai yang dianut oleh bawahan untuk mendukung visi dan tujuan organisasi. Melalui transformasi nilai-nilai tersebut, diharapkan hubungan baik antar anggota organisasi dapat dibangun sehingga muncul iklim saling percaya diantara anggota organisasi.

Gaya kepemimpinan transformasional diyakini oleh banyak pihak sebagai gaya kepemimpinan yang efektif dalam memotivasi para bawahan untuk berperilaku seperti yang diinginkan. Menurut Bernard Bass (NN, 2009), dalam rangka memotivasi pegawai, bagi pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional, terdapat tiga cara sebagai berikut:
§         Mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha.
§         Mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok.
§         Meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri.

Pemahaman akan pentingnya hasil usaha harus diterapkan kepada para pegawai. Dengan kata lain, orientasi proses mendapat prioritas dibandingkan dengan sekedar hasil. Kemudian, penekanan untuk mendahulukan kepentingan kelompok dibandingkan dengan kepentingan pribadi menjadi krusial mengingat hubungan yang baik dan iklim kerja yang kondsif menjadi perhatian utama dalam penerapan gaya kepemimpinan ini. Selanjutnya, mengingat kebutuhan bawahan bukan hanya materi, maka seorang pimpinan harus mampu mendorong pegawai untuk mempunyai kebutuhan yang lebih tinggi sesuai dengan kapasitas mereka.

Seorang pemimpin yang ingin secara efektif menerapkan gaya kepemimpinan transformasional, harus mampu melakukan beberapa hal sebagai berikut:
  1. memahami visi dan misi organisasi;
  2. memahami lingkungan organisasi melalui analisis lingkungan strategis (SWOT);
  3. merumuskan rencana strategis organisasi;
  4. menginternalisasikan visi, misi, kondisi lingkungan strategis, dan rencana startegis pada seluruh anggota organisasi;
  5. mengendalikan rencana strategis melalui manajemen pengawasan yang tepat;
  6. memahami kebutuhan para pegawai;
  7. memahami kapasitas para pegawai;
  8. mendistribusikan pekerjaan sesuai dengan kapasitas pegawai; dan
  9. mengapresiasi hasil pekerjaan pegawai.
Pendekatan Kepemimpinan Transformasional awalnya digagas oleh James MacGregor Burns tahun 1978.[16] Ia membedakan 2 jenis kepemimpinan yaitu Kepemimpinan Transaksional dan lawannya, Kepemimpinan Transformasional. 
Pemimpin bercorak transaksional adalah mereka yang memimpin lewat pertukaran sosial. Misalnya, politisi memimpin dengan cara “menukar satu hal dengan hal lain: pekerjaan dengan suara, atau subsidi dengan kontribusi kampanye. Pemimpin bisnis bercorak transaksional menawarkan reward finansial bagi produktivitas atau tidak memberi rewardatas kurangnya produktivitas. 

Pemimpin bercorak transformasional adalah mereka yang merangsang dan mengispirasikan pengikutnya, baik untuk mencapai sesuatu yang tidak biasa dan, dalam prosesnya, mengembangkan kapasitas kepemimpinannya sendiri. Pemimpin transformasional membantu pengikutnya untuk berkembang dan membuat mereka jadi pemimpin baru dengan cara merespon kebutuhan-kebutuhan yang bersifat individual dari para pengikut. Mereka memberdayakan para pengikut dengan cara menselaraskan tujuan yang lebih besar individual para pengikut, pemimpin, kelompok, dan organisasi. 

Kepemimpinan Transformasional dapat mengubah pengikut melebihi kinerja yang diharapkan, sebagaimana mereka mampu mencapai kepuasan dan komitmen pengikut atas kelompok ataupun organisasi.


7.        Gaya Kepemimpinan Visioner
Pemimpin fisioner mengartikulasikan kemana kelompok berjalan, tetapi bukan bagaimana cara mencapai tujuanmembebaskan orang yang berinovasi, bereksperimen, dan menghadapi resiko yang sudah diperhitungkan.

Adapun ciri – ciri pemimpin Visioner,yaitu menggunakan inspirasi bersama dengan tritunggal EI, yaitu kepercayaan diri, kesadaran diri, dan empati, pemimpin fisioner akan mengartikulasikan suatutujuan yang baginya merupakan tujuan sejati dan selaras dengan nilai bersama orang – orang yang dipimpinnya.


8.        Gaya Kepemimpinan Paternalistik
Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama masyarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggiota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan. Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya tiokoh-toko adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan sikap kebersamaan. Ini terlihat jelas dari slogannya yaitu seluruh anggota organisasi merupakan anggota satu keluarga besar. Berdasarkan nilai kebersamaan itu, dalam organisas iyang dipimpin oleh seorang pemimpin yang paternalistik kepentingan bersama dan perlakuan yang seragam terlihat menonjol pula.

Ciri –ciri pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan ini ialah:
a.         Bersikap mempunyai wawasan yang luas.
b.         Menutup kesempatan pada bawahan untuk berkreasi dan berfantasi.
c.         Bersifat terlalu melindungi.
d.         Menganggap bahwa bawahan tidak dewasa.
e.         Jarang memberi kesempatan untuk memberikan keputusan.

9.        Gaya Kepemimpinan Kharismatik
Kepemimpinan kharismatik (charismatic leadership): Kharisma diartikan “keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan kemampuan yang luar biasa dalam hal kepemimpinan seseorang untuk membangkitkan pemujaan dan rasa kagum dari masyarakat terhadap dirinya” atau atribut kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas kepribadian individu. Kesuksesan mempengaruhi bawahan dapat diwujudkan apabila pemimpin mempunyai akhlak dan sifat yang terpuji. Dengan ciri dan sifat tersebut pemimpin akan dikagumi oleh para pengikutnya.

Pemimpin kharismatik mempunyai kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan, percaya diri, serta pendirian dalam keyakinan dan cita-cita mereka sendiri. Suatu kebutuhan akan kekuasaan memotivasi pmimpin tersebut untuk mencoba mempengaruhi para pengikut. Rasa percaya diri dan pendirian yang kuat meningktkan rasa percaya para pengikut terhadap pertimbangan dan pendapat pemimpin tersebut. Seorang pemimpin tanpa pola cirri yang demikian lebih kecil kemungkinannya akan mencoba mempengaruhi orang. Dan jika berusaha mempengaruhi maka lebih kecil kemungkinan untuk berhasil.

Selain itu kepemimpinan kharismatik juga didasarkan pada kekuataan luar biasa yang dimiliki oleh seorang sebagai pribadi. Pengertian sangat teologis, karena untuk mengidentifikasi daya tarik pribadi yang melekat pada diri seseorang , harus dengan menggunakan asumsi bahwa kemantapan dan kualitas kepribadian yang dimiliki adalah merupakan anugerah tuhan. Karena posisinya yang demikian itulah maka ia dapat dibedakan dari orang kebanyakan, juga karena keunggulan kepribadian itu, ia dianggap (bahkan) diyakini memiliki kekuasan supra natural, manusia serba istimewa atau sekurang-kurangnya istimewa dipandang masyarakat.

Karakteristik pemimpin yang karismatik dijelaskan oleh Purwanto sebagai berikut :
1)         Mempunyai daya penarik yang sangat besar, karena itu umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya juga besar.
2)         Pengikutnya tidak dapat menjelaskan, mengapa mereka tertarik mengikuti dan menaati pemimpin itu.
3)         Seolah-olah mempunyai kekuatan gaib.
4)         Karisma yang dimiliki tidak bergantung pada umur, kekayaan, kesehatan, ataupun ketampanan si pemimpin.

Sementara itu, Nurkolis mengungkapkan bahwa seorang pemimpin karismatik mempunyai tujuh karakteristik kunci, yaitu percaya diri, memiliki visi, memiliki kemampuan untuk mengartikulasikan visi, memiliki pendirian yang kuat terhadap visinya, memiliki perilaku yang berbeda dari kebiasaan orang, merasa sebagai agen pembaru dan sensitif terhadap lingkungan.

10. Gaya Kepemimpinan Militeristis

Gaya Kepemimpinan Militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah: Lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana. Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, Menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya, Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya, Komunikasi hanya berlangsung searah

Membandingkan Perkembangan Organisasi saat ini dengan Sejarah Organisasi

Membandingkan Perkembangan Organisasi saat ini dengan Sejarah Organisasi

Pengertian Perkembangan Organisasi
Ada beberapa pengertian tentang Perkembangan Organisasi, diantaranya :
a).   Strategi untuk merubah nilai-nilai daripada manusia dan juga struktur organisasi sehingga    organisasi itu dapat beradaptasi dengan dengan lingkungannya.
b).   Suatu penyempurnaan yang terencana dalam fungsi menyeluruh (nilai dan struktur) suatu organisasi.
c).   PO merupakan suatu proses yang meliputi serangkaian perencanaan perubahan yang sistematis yang dilakukan secara terus-menerus oleh suatu organisasi.
Dari beberapa pengertian diatas,dapat kita simpulkan bahwa Pengembangan Organisasi merupakan program yang berusaha meningkatkan efektivitas keorganisasian dengan mengintegrasikan keinginan bersama akan pertumbuhan dan perkembangan dengan tujuan keorganisasian. Pengembangan organisasi (PO) sebagai suatu disiplin perubahan perencanaan yang menekankan pada penerapan ilmu pengetahuan dan praktek keperilakuan untuk membantu organisasi-organisasi mencapai efektivitas yang lebih besar. Para manajer dan staf ahli harus bekerja dengan dan melalui orang-orang untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dan PO dapat membantu mereka membentuk hubungan yang efektif di antara mereka. Di dalam menghadapi akselerasi perubahan yang semakin cepat, PO diperlukan untuk bisa mengatasi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan tersebut.
Pengembangan organisasi mengukur prestasi suatu organisasi dari segi efisiensi, efektifitas dan kesehatan :
1.        Efisien dapat diukur dengan perbandingan antara masukan dan keluaran, yang mengacu pada konsep Minimaks (Masukan minimum dan keluaran maksimum).
2.        Efektifitas adalah suatu tingkat prestasi organisasi dalam mencapai tujuannya artinya kesejahteraan tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
3.        Kesehatan organisasi adalah suatu fungsi dari sifat dan mutu hubungan antara para individu dan organisasi yaitu hubungan yang dinamis dan adaptabilitas.
Akibat Serta Pengaruh Perkembangan Organisasi
Akibat serta Pengaruh didalam PO terjadi pada nilai, proses dan teknologi.
            a. Geseran / perubahan nilai yang dibawa PO diantaranya adalah:
·         Penggunaan seluruh sumber-sumber yang tersedia.
·         Pengembangan potensi manusia.
·         Efektivitas dan kesehatan organisasi.
·         Pekerjaan yang menarik dan menantang.
·         Kesempatan untuk mempengaruhi lingkungan kerja.
b. Perkembangan Organisasi Berpengaruh Kepada proses yang meliputi:
·         Proses efektif
·         Proses manajemen
·         Proses pelaksanaan kerja
·         Perubahan teknologi, karena yang diutamakan adalah teknologi yang bisa menjawab kualifikasi posisi manusia.
Organisasi Masa Depan

Dalam abad duapuluh satu ini setiap organisasi akan dan harus menghadapi persaingan yang semakin kompleks dan menantang, baik persaingan aktual maupun potensial, yang aktual harus dihadapi dan yang potensial perlu diantisipasi. Dalam menghadapi semua itu terdapat dua pendekatan yang mungkin diambil oleh suatu organisasi yaitu :
1) Pendekatan yang berbasis sumberdaya tangible, dan
2) Pendekatan yang berbasis Sumberdaya manusia (intangible).
Organisasi yang menganggap bahwa persaingan hanya bersifat fisik pendekatan pertama yang akan diambil, organisasi hanya berputar-putar dalam masalah yang nyata, karena memang inilah yang paling bisa dilihat dan ditunjukan, namun bagi yang melihat persaingan ke depan lebih mengarah pada persaingan pengetahuan, tanpa mengabaikan hal fisik, maka pengembangan SDM akan menjadi prioritas, dan ini perlu komitmen yang kuat karena time-response dari cara ini lama dan susah dilihat apalagi ditunjukan, namun pendekatan ini sebenarnya akan sangat dirasakan dalam menyehatkan dan mengembangkan suatu Organisasi menjadi organisasi pembelajar (learning organization).
Para Pakar berpendapat bahwa dalam era dewasa ini pandangan yang berbasis SDM nampaknya lebih penting, mengingat persaingan yang terjadi justru ditentukan oleh bagaimana sumberdaya manusia tersebut berperan dan berkreasi bagi kemajuan organisasi, dan dalam konteks ini pendidikan menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan kemampuannya. Sumberdaya manusia / Human Capital merupakan sumberdaya strategis, bertambah secara inkremental bukan alokatif, karena merupakan sumberdaya yang berbasis pengetahuan (knowledge based resources) yakni sumberdaya yang mencakup keterampilan, kemampuan, kapasitas serta kapabilitas pembelajaran. Kapasitas dan kapabilitas tersebut pada gilirannya akan dapat memupuk sumberdaya sosial yang juga amat diperlukan dalam bentuk jaringan kerja baik internal maupun dengan pihak eksternal organisasi, ini berarti networking juga menjadi hal yang penting dalam memenangkan persaingan. Pengembangan Sumberdaya manusia merupakan prasyarat bagi pengembangan organisasi, artinya tanpa hal itu orang bisa punya alasan untuk meyakini kecilnya kemungkinan organisasi untuk tetap hidup dan bertahan dalam era kompetisi.
Sebuah organisasi pada hakekatnya dibangun oleh sekumpulan orang-orang dengan tujuan bersama, bukan tujuan yang sama. Organisasi, seperti dikatakan Mintzberg merupakan sekumpulan otoritas dan fungsi-fungsi. Disebut juga dengan changes of commands. Diilustrasikan dengan perumpamaan organisasi adalah sebuah kano atau perahu yang sedang dilombakan. Sebuah kano dan orang-orang di dalamnya adalah tak lain diibaratkan organisasi. Dengan tujuan bersama; menang perlombaan. Koordinasi antara tangan kiri-kanan pada orang-orang di dalam kano atau atlet, adalah sesuatu yang krusial. Diperlukan harmonisasi untuk mencapai kemenangan. Dan harmonisasi itu dicapai melalui suara genderang. Suara genderang merupakan sebuah komando bersama. Dengan suara genderang pula tercipta distribution of power dan balancing of power.Begitu pula dengan jenis perahu yang lebih besar. Misalnya kapal Titanic yang tenggelam dan ditengarai bahwa itu merupakan hasil keteledoran sedetik oleh seorang awak kapal yang bertugas mengamati adanya gunung es. Kapal Titanic sudah tidak dikomandani oleh penabuh genderang, karena begitu besarnya kapal dan banyaknya orang. Sudah ada kapten kapal dan segala piranti teknologi canggih sebagai garis komando kapal. Sehingga jika terjadi suatu tanda kerusakan alat, maka garis komando akan berjalan sebagaimana mestinya. Seorang awak kapal yang mengetahui hal tersebut akan menyampaikannya kepada pimpinannya, dan seterusnya hingga sampai ke telinga Kapten kapal. Ada informasi yang memang harus cepat disampaikan, tetapi ada pula informasi yang juga tidak perlu diketahu sampai Kapten kapal karena bisa diselesaikan sendiri. Begitulah pengibaratan sebuah organisasi. Diisi dengan berbagai macam orang dengan kondisi yang bermacam-macam, dan rantai komando yang beragam pula. Katakanlah di sebuah perusahaan manufaktur, maka yang menjadi koordinasi atau penabuh genderang adalah schedulling atau penjadwalan. Semua lini harus mematuhi jadwal yang telah dibuat.
Dalam organisasi (baik organisasi perusahaan maupun nonperusahaan) yang dipentingkan ketika pertama kali berdiri adalah arahannya. Mau kemana orang-orang yang di dalam organisasi itu. Dengan kata lain apa tujuannya. Jika dalam horizon waktu yang lebih lama, apa visinya. Jadi, bukan penekanan pada organisasi seperti apa yang akan dibangun pertama kali.
Menarik sekali konsep yang dikemukakan oleh seorang Jerman H. J. Warnecke. Dia adalah pengarang buku dalam jenis Automation Production Management. Diterbitkan pada tahun 1993 oleh penerbit Springer-Verlag (Berlin, New York). Judulnya adalah The Fractal Company; a revolution in corporate culture.Buku yang terbilang langka di Indonesia ini salah satunya membahas mengenai organisasi. Dituliskan di buku tersebut bahwa sebuah organisasi dapat dianalogikan tersusun atas partikel-partikel tertentu yang menpunyai wujud yang sama dengan organisasi yang bersangkutan. Misalnya dalam sebuah organisasi Lab Kampus, maka asisten sebagai penyusun terkecil Lab sudah bisa dikatakan mencerminkan seperti apa Lab. Asisten sudah bisa menjadi cerminan seperti apa Lab tersebut dan mau kemana arahannya.Konsep organisasi masa depan:
1.        Lean Organisasi
                        Tren ke masa depan di dalam pengelolaan organisasi salah satunya adalah adanya konsep Lean organisasi. Jika memasuki era milenium banyak sekali konsep leandi dunia manufaktur, maka sekarang sudah banyak juga yang membahas mengenai konsep lean organization. Konsep dasar lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan dan meningkatkan nilai tambah. Konsep ini berdasarkan pada minimasi penggunaan sumber-sumber daya (termasuk waktu) dalam berbagai aktifitas perusahaan melalui upaya perbaikan terus-menerus yang berfokus pada identifikasi dan eliminasi aktifitas-aktifitas yang tidak bernilai tambah dalam desain, produksi atau operasi dan management yang berkaitan langsung dengan pelanggan. Dasar filosofisnya hampir sama dengan lean manufacturing. Yakni mengacu pada efisiensi dan efektivitas pengelolaan organisasian. Hemat dan cermat. Katakanlah tingkat koordinasi dalam sebuah organisasi yang memerlukan banyak middle management, maka jika sekiranya malah membebani informasi yang akan disampaikan ke atas, posisi middle management dapat dihapus perlahan.
2.        Virtual Organisasi
                        Konsep lain yang menjadi ideologi organisasi di masa depan adalah organisasi virtual. Tantangan dunia di masa depan mengarah ke hal tersebut. Yakni dunia maya yang penuh komunitas industri (cyberspace industrial community). Virtual tidak sama dengan fatamorgana. Jika virtual adalah sesuatu yang tidak berbentuk (Organisasi tidak berbentuk / OTB) dan menghasilkan sebuah kegunaan. Sedangkan fatamorgana adalah sesuatu yang tidak berbentuk tetapi tidak nyata. Salah satu contoh yang sudah ada dalam konsep organisasi virtual adalah situs rajapresentasi dot kom. Situs penyedia presentasi dari buku-buku referensi sesuai keinginan pelanggan. Di situ hanya ada satu bagian saja yang merangkap sebagai pemasaran, administrator, penerjemah, sekaligus direktur. Dan bisa dikatakan organisasi rajapresentasi tanpa kantor nyata. Sehingga virtual tetapi hasil nyatanya ada. Presentasi dari buku-buku referensi yang kebanyakan berbahasa Inggris dan bisa dikebut digarap 2 x 24 jam.
3.      Plug and Play
                        Apa yang akan terjadi di masa yang lebih mendatang lagi, dengan berbagai macam teknologi komunikasi dan informasi? Jawabannya adalah organisasi yang bersifat Plug and play. Organisasi bisa mengarah kepada komunitas maya. Dan organisasi tersebut bisa dibilang sangat ringan, sehingga ke depan, banyak organisasi induk yang punya anak cabang bermacam-macam organisasi kecil yang menempel. Jika setelah selesai fungsinya, organanisasi dapat bubar. Dan dalam waktu singkat pula dapat mengumpul lagi untuk menjalankan sebuah fungsi.
Sejarah perkembangan organisasi
            Sejarah Pengembangan Organisasi sangat erat hubungannya dengan teori organisasi. Teori Organisasi meliputi teori organisasi klasik, teori organisasi neoklasik, dan teori organisasi modern.
 
·                  Teori Organisasi Klasik
        Teori klasik (classical theory) kadang-kadang disebut juga teori tradisional yang berisi konsep-konsep tentang organisasi mulai tahun 1800( abad 18). Dalam teori ini, organisasi secar umum digambarkan oleh para teoritisi klasik sebagai organisasi yang sangat tersentralisasi dan tugas-tugasnya terspesialisasi, serta memberikan petunjuk mekanistik structural yang kaku dan tidak mengandung kreatifitas. Dalam teori ini organisasi didefinisikan sebagai struktur hubungan, kekuasaan-kekuasaan, tujuan-tujuan, peranan-peranan, kegiatan-kegiatan, komunikasi dan faktor-faktor lain bila orang-orang bekerja sama.
Teori Klasik berkembang dalam 3 aliran yaitu:
o   Teori birokrasi
o   Teori administrasi,dan
o   Manajemen ilmiah.
I.         Teori Birokrasi
     Teori ini dikemukakan oleh Max Weber dalam bukunya “The Protestant Ethic dan Spirit of Capitalism”.
Karakteristik-karakteristik birokrasi menurut Max Weber:
a)        Pembagian Kerja yang jelas.
b)        Hirarki wewenang yang dirumuskan secara baik
c)        Program rasional dalam mencapai tujuan organisasi
d)       Sistem prosedur bagi penanganan situasi kerja
e)        Sistem aturan yang mencakup Hak dan Kewajiban posisi para pemegang jabatan
f)         Hubungan antar pribadi yang bersifat impersonal.
II.      Teori Administrasi
     Teori ini sebagian besar dikembangkan atas dasar sumbangan Henri Fayol dan Lyndall Urwick dari Eropa serta Mooney dan Reiley dari Amerika. Henri Fayol mengemukakan dan mambahas 14 kaidah manajemen yang menjadi dasar perkembangan teori ini yaitu:
- Pembagian Kerja / Division of Work
- Wewenang dan Tnggung jawab
- Disiplin
- Kesatuan perintah
- Kesatuan pengarahan
- Mendahulukan kepentingan umum dari pada pribadi
- Balas jasa
- Sentralisasi
- Rantai scalar
- Aturan
- Keadilan
- Kelanggengan personalia
- Inisiatif
- Semangat korps
III.  Manajemen Ilmiah
                  Manajemen Ilmiah dikembangkan oleh Frederick Winslow Taylor tahun 1900. Ada beberapa pendapat tentang manajemen ilmiah, salah satunya adalah mengatakan manajemen ilmiah merupakan penerapan metode ilmiah pada studi, analisa, dan pemecahan masalah-masalah organisasi. Taylor mengemukakan empat kaidah dasar manajemen yang harus dilaksanakan dalam organisasi perusahaan, yaitu:
1.      Menggantikan metoda-metoda kerja dalam praktek dengan berbagai metoda yang dikembangkan atas dasar ilmu pengetahuan tentang kerja yang ilmiah dan benar.
2.      Mengadakan seleksi, latihan-latihan dan pengembangan para karyawan secara ilmiah.
3.      Pengembangan ilmu kerja serta seleksi, latihan dan pengembangan secara ilmiah harus diintegrasikan.
4.      Untuk mecapai manfaat manajemen ilmiah, perlu dikembangkan semangat dan mental para karyawan.
Teori organisasi klasik sepenuhnya hanya menguraikan anatomi organisasi formal. Dalam organisasi formal ada empat unsure pokok yang selalu muncul, yaitu:
-          System Kegiatan yang terkoordinasi\
-          Kelompok orang\
-          Kerjasama\
-          Kekuasaan dan kepemimpinan\
Menurut para pengikut aliran teori klasik, adanya suatu organisasi formal sangat tergantung pada empat kondisi pokok, yaitu:
-       Kekuasaan
-       Saling melayani
-       Doktrin
-       Disiplin
·         Teori Organisasi Neoklasik
            Teori Neoklasik secara sederhana dikenal sebagai aliran hubungan manusiawi(The Human Relation Movement). Teori neoklasik dikembangkan atas dasar teori klasik. Dasar teori ini adalah menekankan pentingnya aspek psikologis dan social karyawan sebagai individu maupun sebagai bagian kelompok kerjanya. Perkembangan teori neoklasik dimulai dengan inspirasi percobaan-percobaan yang dilakukan di Howthorne dan dari tulisan Huga Munsterberg. Percobaan-percobaan ini dilakukan dari tahun 1924 sampai 1932 yang menandai permulaan perkembangan teori hubungan manusiawi dan merupakan kristalisasi teori neoklasik. Pada akhirnya percobaan Howthorne menunjukkan bagaimana kegiatan kelompok-kelompok kerja kohesif sangat berpengaruh pada operasi organisasi.
Dalam hal pembagian kerja, teori neoklasik mengemukakan perlunya hal-hal sebagai berikut:

            - Partisipai
            - Perluasan kerja
            - Manajemen bottom

  Teori Organisasi Modern
            Teori modern biasanya disebut juga sebagai analisa sistem pada organisasi. Teori modern melihat bahwa semua unsur organisasi sebagai satu kesatuan dan saling ketergantungan, yang di dalamnya mengemukakan bahwa organisasi bukanlah suatu sistem tertutup yang berkaitan dengan lingkungan yang stabil, akan tetapi organisasi merupakan sistem terbuka.
Teori modern dikembangkan tahun 1950, dalam banyak hal yang mendalam teori modern dengan klasik berbeda, perbedaan tersebut diantaranya:
Teori Klasik memusatkan pandangannya pada analisa dan deskripsi organisasi, membicarakan konsep koordinasi, scalar dan vertikal. Teori Modern menekankan pada perpaduan dan perancangan menjadikan pemenuhan suatu kebutuhan yang menyeluruh, lebih dinamis dan lebih banyak variabel yang dipertimbangkan.Teori Modern menunjukkan tiga kegiatan proses hubungan universal yang selalu muncul pada sistem manusia dalam perilakunya berorganisasi, yaitu:

             - Komunikasi
             - Konsep keseimbangan
             - Proses pengambilan keputusan

Tujuan Perkembangan Organisasi ;
1.      Menciptakan keharmonisan hubungan kejra antara pimpinan dengan staf anggota organisasi.
2.      Menciptakan kemampuan memecahkan persoalan organisasi secara lebih terbuka
3.      Menciptakan keterbukaan dalam berkomunikasi.
4.      Merupakan semangat kerja para anggota organisasi dan kemampuan
mengendalikan diri.