10 GAYA KEPEMIMPINAN
1. Gaya Kepemimpinan Otokratis
Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai
kepercayaan yang rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman
atau hukuman. Gaya kepemimpinan otokratis ini dipandang sebagai
karakteristik yang negatif. Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang
otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter
akan menunjukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain dalam bentuk
kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam
organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan
martabat mereka. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian
tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan
para bawahannya. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan
keputusan.
Dalam gaya otokratis, pengambilan keputusan
adalah hak prerogatif dari pemimpin. semuanya langsung dilakukan dan ditentukan
oleh pemimpin itu sndiri tanpa masukan dari siapa pun. Komunikasi yang
dilakukan satu arah ke bawah (top-down) sehingga komunikasi pemimpin
dengan pengikutnya terbatas dan diadakan sekadar untuk memberi instruksi
pekerjaan. Gaya pemimpin ini memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang
diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung
jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan
hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.
Kepemimpinan otokratik lebih menitikberatkan
pada otoritas pemimpin dengan mengesampingkan partiispasi dan gaya kreatif para
pengikutnya. Kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau pekerjaan.
Menggunakan kekuasaan posisi dan kekuatan dalam memimpin. Pemimpin
menentukan semua tujuan yang akan dicapai dalam pengambilan keputusan.
Informasi yang diberikan hanya pada kepentingan tugas. Motivasi dengan reward
dan punishment. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin yang
bergaya otokratif mempunyai berbagai sikap, diantaranya :
- Memperlakukan
para pengikut sama dengan alat – alat lain dalam organisasi, sehingga
kurang menghargai harkat dan martabat mereka.
- Mengutamakan
orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan
pelaksanaan tugas tersebut dengan kepentingan dan kebutuhan para pengikut.
- Mengabaikan
peranan para pengikut dalam proses pengambilan keputusan.
- Wewenang
mutlak berada pada pimpinan maka dari itu keputusan dan kebijaksanaan
selalu dibuat oleh pimpinan
- Komunikasi
berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
- Pengawasan
terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan
dilakukan secara ketat
- Prakarsa
harus selalu berasal dari pimpinan
- Tidak
ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan atau
pendapat sehingga lebih banyak kritik daripada pujian
- Tugas-tugas
dari bawahan diberikan secara instruktif
- Pimpinan
menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat
- Pimpinan
menuntut kesetiaan tanpa syarat
- Cenderung
adanya paksaan, ancaman dan hukuman serta kasar dalam bersikap
- Tanggung
jawab dalam keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan
Gaya ini pula menggambarkan pemimpin yang
dikendalikan oleh pencapaian hasil atau target, dengan sedikit atau bahkan
tidak ada perhatian pada manusia kecuali dalam rangka keterlibatan mereka dalam
menyelesaikan pekerjaan. Pemimpin-pemimpin ini bercorak pengendali, pengarah,
terlalu kuat, dan penuntut. Mereka bukan kolega kerja yang menyenangkan.
Sejumlah penelitian menunjukkan tingkat keluar-masuk karyawan yang tinggi
dengan gaya kepemimpinan semacam ini.
Kepemimpinan otokratik dengan menggunakan “
kepemimpinan klasik “. Kepetuhan pengikut terhadap pemimpin merupakan corak
gaya kepemimpinan otokratik. Para pemimpin dengan gaya otokratik menjadikan
tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadi. Dilihat dari perspektif
kepemimpinannya seorang pemimpin otokratik adalah seseorang yang sangat egois.
Dengan egoisme yang demikian besar seorang pemimpin otokratik melihat perannya
sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan organisasianal. Seoerang pemimpin
yang otokratik cenderung menganut nilai oraganisasional yang berkisar pada
pembenaran segala cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan.
2. Kepemimpinan Birokrasi
Ini adalah gaya kepemimpinan dalam organisaasi
yang diperlukan perusahaan, tepatnya mengikuti kebijakan dan prosedur yang
telah ditetapkan sebelumnya. Ini adalah tugas pemimpin untuk memastikan bahwa
semua aturan dipatuhi oleh karyawan. Gaya kepemimpinan dalam organisasi ini
efektif jika karyawan melakukan tugas-tugas rutin sehari-hari. namun, tidak ada
ruang untuk kreativitas atau pemecahan masalah yang inovatif dalam gaya
kepemimpinan birokrasi
3. Gaya Kepemimpinan Lezess Faire
Kepemimpinan gaya liberal atau Laisssez Faire
adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk
mencapai tujuan dengan cara berbagai kegiatan dan pelaksanaanya dilakukan lebih
banyak diserahkan kepada bawahan. Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam
kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan
tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi. Gaya kepemimpinan ini bercirikan
sebagai berikut:
a) Pemimpin
melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
b) Keputusan lebih
banyak dibuat oleh bawahan.
c) Kebijaksanaan
lebih banyak dibuat oleh bawahan.
d) Pimpinan hanya
berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan.
e) Hampir tiada
pengawasan terhadap tingkah laku.
f) Prakarsa selalu
berasal dari bawahan.
g) Hampir tiada
pengarahan dari pimpinan.
h) Peranan pimpinan
sangat sedikit dalam kegiatan kelompok.
i) Kepentingan
pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok.
j) Tanggung jawab
keberhasilan organisasi dipikul oleh perseorangan.
Hal itu semua terjadi karena disebabkan Pemimpin
ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan
sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah
dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa
yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota
dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi.
Ciri – ciri lain seorang pemimpin yang bergaya lezess faire
adalah:
A. Pendelegaian wewenang terjadi secara ekstensif
B. Pengambilan keputusan diserahkan kepada pejabat pemimpin yang
lebih rendah dan kepada para petugas operasional
C. Status Quo organisasi tidak terganggu
D. Pertumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak
yang inofatif diserahkan kepada anggota organisasi yang bersngkutan
E. Selama anggota organisasi menunjukan perilaku dan prestasi
kerja yang dinamai intervensi pimpinan dalam perjalanan organisasi berada pada
tingkat yang sangat minimum.
4. Gaya Kepemimpinan Demokratif atau Partisipatif
Gaya Kepempimpinan ini merupakan gabungan antara
otoriter dan demokratis, yaitu pemimpin yang menyampaikan hasil analisis
masalah dan kemudian mengusulkan tindakan tersebut pada bawahannya. Gaya
ini menitik beratkan pada usaha seorang pemimpin dalam melibatkan partisipasi
para pengikutnya dalam setiap pengambilan keputusan. Staf dimintai saran
dan kritiknya serta mempertimbangkan respon staf terhadap usulannya, dan
keputusan akhir ada pada kelompok atau bisa dikatakan bahwa pimpinan ini sangat
konsultatif dengan para bawahan serta kecenderungan menggunakan evaluasi yang
berasal dari opini dan saran bawahan sebelum manajer membuat keputusan. Selain
itu juga Pemimpin ini memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung
jawab dan wewenang secara luas pada para bawahannya.
Gaya partisipatif mengarah ke pengembangan
kepercayaan dan loyalitas para bawahan kepada pemimpin, karena pemimpin membawa
mereka ke dalam pertimbangan penuh, menggunakan keterampilan dan pengetahuan
mereka dan mengambil masukan mereka, sebelum tiba pada suatu keputusan. gaya
partisipatif bekerja dengan sangat baik dimana pemimpin baru saja bergabung
dalam organisasi,
Pemimpin ini sangat menghargai sifat dan
kemampuan setiap staf. Menggunakan kekuatan posisi dan pribadinya untuk
mendorong ide dari staf, memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan sendiri.
Membuat rencana dan pengontrolan dalam penerapannya. Selain ini Gaya
kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Wewenang
pimpinan tidak mutlak
- Pimpinan
bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
- Keputusan
dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
- Komunikasi
berlangsung timbal balik
- Pengawasan
dilakukan secara wajar
- Prakarsa
datang dari bawahan
- Banyak
kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan pertimbangan
- Tugas-tugas
dari bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan daripada
instruktif
- Pujian
dan kritik seimbang
- Pimpinan
mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas masing-masing
- Pimpinan
kesetiaan bawahan secara wajar
- Pimpinan
memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
- Tercipta
suasana saling percaya saling hormat menghormati, dan saling menghargai
- Terdapat
koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa
tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik.
- Kekuatan
kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi
terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
- Kepemimpinan
ini menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan
sugesti bawahan.
- Bersedia
mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing.
- Mampu
memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan
kondisi yang tepat
Keuntungan - keuntungan yang diperoleh dari gaya kepemimpinan
partisipatif adalah:
- Konsultasi
kebanwah dapat digunakan dalam rangka meningkatkan kualitas keputusan
dengan menarik keahlian yang dimilki oleh para pengikut, sehingga para
pengikut akan dapat menerima semua keputusan yang diambil serta dapat
menjalankannya.
- Konsultasi
lateral, pemimpin melibatkan serta orang – orang dalam berbagai sub unit
untuk mengatasi keterbatasan kemampuan yang dimilki pemimpin,
- Konsultasi
ke atas, memungkinkan seorang pemimpin untuk menaruh keahlian seorang
atasan yang berkemampuan lebih dari manajer.
5. Gaya Kepemimpinan Transaksional
Gaya kepemimpinan ini bekerja pada prinsip bahwa
ketika bawahan menandatangani kontrak untuk berpartisipasdalam proyek tertentu,
mereka mengikuti semua keputusan pemimpin mereka sebagai otoritas tertinggi.
jika kinerja bawahan baik, mereka akan dihargai dan jika kinerja mereka di
bawah standar yang diharapkan, mereka akan terkena sanksi sesuai kontrak
tertulis.
6. Gaya Kepemimpinan Transformatif
Kepemimpinan transformasional berorientasi
kepada proses membangun komitmen menuju sasaran organisasi dan memberikan
kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran – sasaran tertentu.
Didalam gaya kepemimpianan transformatif terdapat beberapa hal, yaitu:
a. Kepemimpinan yang
memberi transformasi
b. Orientasi
kepemimpinan transaksional
c. Dimensi
kepemimpinan transformasional
Pemimpin yang menganut gaya transformasional ini juga berupaya
mentransformasikan nilai-nilai yang dianut oleh bawahan untuk mendukung visi
dan tujuan organisasi. Melalui transformasi nilai-nilai tersebut, diharapkan
hubungan baik antar anggota organisasi dapat dibangun sehingga muncul iklim
saling percaya diantara anggota organisasi.
Gaya kepemimpinan transformasional diyakini oleh banyak pihak
sebagai gaya kepemimpinan yang efektif dalam memotivasi para bawahan untuk
berperilaku seperti yang diinginkan. Menurut Bernard Bass (NN, 2009), dalam
rangka memotivasi pegawai, bagi pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan
transformasional, terdapat tiga cara sebagai berikut:
§ Mendorong
karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha.
§ Mendorong
karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok.
§ Meningkatkan
kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri.
Pemahaman akan pentingnya hasil usaha harus diterapkan kepada para
pegawai. Dengan kata lain, orientasi proses mendapat prioritas dibandingkan
dengan sekedar hasil. Kemudian, penekanan untuk mendahulukan kepentingan
kelompok dibandingkan dengan kepentingan pribadi menjadi krusial mengingat
hubungan yang baik dan iklim kerja yang kondsif menjadi perhatian utama dalam
penerapan gaya kepemimpinan ini. Selanjutnya, mengingat kebutuhan bawahan bukan
hanya materi, maka seorang pimpinan harus mampu mendorong pegawai untuk
mempunyai kebutuhan yang lebih tinggi sesuai dengan kapasitas mereka.
Seorang pemimpin yang ingin secara efektif menerapkan gaya
kepemimpinan transformasional, harus mampu melakukan beberapa hal sebagai
berikut:
- memahami
visi dan misi organisasi;
- memahami
lingkungan organisasi melalui analisis lingkungan strategis (SWOT);
- merumuskan
rencana strategis organisasi;
- menginternalisasikan
visi, misi, kondisi lingkungan strategis, dan rencana startegis pada
seluruh anggota organisasi;
- mengendalikan
rencana strategis melalui manajemen pengawasan yang tepat;
- memahami
kebutuhan para pegawai;
- memahami
kapasitas para pegawai;
- mendistribusikan
pekerjaan sesuai dengan kapasitas pegawai; dan
- mengapresiasi
hasil pekerjaan pegawai.
Pendekatan Kepemimpinan Transformasional awalnya digagas oleh
James MacGregor Burns tahun 1978.[16] Ia membedakan 2 jenis kepemimpinan yaitu
Kepemimpinan Transaksional dan lawannya, Kepemimpinan Transformasional.
Pemimpin bercorak transaksional adalah mereka yang memimpin lewat
pertukaran sosial. Misalnya, politisi memimpin dengan cara “menukar satu hal
dengan hal lain: pekerjaan dengan suara, atau subsidi dengan kontribusi
kampanye. Pemimpin bisnis bercorak transaksional menawarkan reward finansial
bagi produktivitas atau tidak memberi rewardatas kurangnya produktivitas.
Pemimpin bercorak transformasional adalah mereka yang merangsang
dan mengispirasikan pengikutnya, baik untuk mencapai sesuatu yang tidak biasa dan,
dalam prosesnya, mengembangkan kapasitas kepemimpinannya sendiri. Pemimpin
transformasional membantu pengikutnya untuk berkembang dan membuat mereka jadi
pemimpin baru dengan cara merespon kebutuhan-kebutuhan yang bersifat individual
dari para pengikut. Mereka memberdayakan para pengikut dengan cara
menselaraskan tujuan yang lebih besar individual para pengikut, pemimpin,
kelompok, dan organisasi.
Kepemimpinan Transformasional dapat mengubah pengikut melebihi
kinerja yang diharapkan, sebagaimana mereka mampu mencapai kepuasan dan
komitmen pengikut atas kelompok ataupun organisasi.
7. Gaya Kepemimpinan Visioner
Pemimpin fisioner mengartikulasikan kemana
kelompok berjalan, tetapi bukan bagaimana cara mencapai tujuanmembebaskan orang
yang berinovasi, bereksperimen, dan menghadapi resiko yang sudah
diperhitungkan.
Adapun ciri – ciri pemimpin Visioner,yaitu menggunakan inspirasi
bersama dengan tritunggal EI, yaitu kepercayaan diri, kesadaran diri, dan
empati, pemimpin fisioner akan mengartikulasikan suatutujuan yang baginya
merupakan tujuan sejati dan selaras dengan nilai bersama orang – orang yang
dipimpinnya.
8. Gaya Kepemimpinan Paternalistik
Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di
lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris.
Salah satu ciri utama masyarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang
ditujukan oleh para anggiota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang
dituakan. Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat.
Biasanya tiokoh-toko adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat
mengembangkan sikap kebersamaan. Ini terlihat jelas dari slogannya yaitu
seluruh anggota organisasi merupakan anggota satu keluarga besar. Berdasarkan
nilai kebersamaan itu, dalam organisas iyang dipimpin oleh seorang pemimpin
yang paternalistik kepentingan bersama dan perlakuan yang seragam terlihat
menonjol pula.
Ciri –ciri pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan ini ialah:
a. Bersikap mempunyai
wawasan yang luas.
b. Menutup kesempatan
pada bawahan untuk berkreasi dan berfantasi.
c. Bersifat terlalu
melindungi.
d. Menganggap bahwa
bawahan tidak dewasa.
e. Jarang memberi
kesempatan untuk memberikan keputusan.
9. Gaya Kepemimpinan Kharismatik
Kepemimpinan kharismatik (charismatic
leadership): Kharisma diartikan “keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan
kemampuan yang luar biasa dalam hal kepemimpinan seseorang untuk membangkitkan
pemujaan dan rasa kagum dari masyarakat terhadap dirinya” atau atribut
kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas kepribadian individu. Kesuksesan
mempengaruhi bawahan dapat diwujudkan apabila pemimpin mempunyai akhlak dan
sifat yang terpuji. Dengan ciri dan sifat tersebut pemimpin akan dikagumi oleh
para pengikutnya.
Pemimpin kharismatik mempunyai kebutuhan yang tinggi akan
kekuasaan, percaya diri, serta pendirian dalam keyakinan dan cita-cita mereka
sendiri. Suatu kebutuhan akan kekuasaan memotivasi pmimpin tersebut untuk
mencoba mempengaruhi para pengikut. Rasa percaya diri dan pendirian yang kuat meningktkan
rasa percaya para pengikut terhadap pertimbangan dan pendapat pemimpin
tersebut. Seorang pemimpin tanpa pola cirri yang demikian lebih kecil
kemungkinannya akan mencoba mempengaruhi orang. Dan jika berusaha mempengaruhi
maka lebih kecil kemungkinan untuk berhasil.
Selain itu kepemimpinan kharismatik juga didasarkan pada kekuataan
luar biasa yang dimiliki oleh seorang sebagai pribadi. Pengertian sangat
teologis, karena untuk mengidentifikasi daya tarik pribadi yang melekat pada
diri seseorang , harus dengan menggunakan asumsi bahwa kemantapan dan kualitas
kepribadian yang dimiliki adalah merupakan anugerah tuhan. Karena posisinya
yang demikian itulah maka ia dapat dibedakan dari orang kebanyakan, juga karena
keunggulan kepribadian itu, ia dianggap (bahkan) diyakini memiliki kekuasan
supra natural, manusia serba istimewa atau sekurang-kurangnya istimewa
dipandang masyarakat.
Karakteristik pemimpin yang karismatik dijelaskan oleh Purwanto
sebagai berikut :
1) Mempunyai daya
penarik yang sangat besar, karena itu umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya
juga besar.
2) Pengikutnya tidak
dapat menjelaskan, mengapa mereka tertarik mengikuti dan menaati pemimpin itu.
3) Seolah-olah
mempunyai kekuatan gaib.
4) Karisma yang
dimiliki tidak bergantung pada umur, kekayaan, kesehatan, ataupun ketampanan si
pemimpin.
Sementara itu, Nurkolis mengungkapkan bahwa
seorang pemimpin karismatik mempunyai tujuh karakteristik kunci, yaitu percaya
diri, memiliki visi, memiliki kemampuan untuk mengartikulasikan visi, memiliki
pendirian yang kuat terhadap visinya, memiliki perilaku yang berbeda dari
kebiasaan orang, merasa sebagai agen pembaru dan sensitif terhadap lingkungan.
10. Gaya Kepemimpinan
Militeristis
Gaya Kepemimpinan Militeristik ini sangat mirip
dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan
militeristik adalah: Lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras
dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana. Menghendaki
kepatuhan mutlak dari bawahan, Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara
ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, Menuntut adanya disiplin yang
keras dan kaku dari bawahannya, Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan
kritikan-kritikan dari bawahannya, Komunikasi hanya berlangsung searah